TOLAK RUU KUHP Yang Dinilai Penuh Kontradiksi, Ketua MPM Unipa minta Pemerintah Dan DPR RI Tinjau Kembali Draft RUU KUHP
Manokwari, Infinityhenka.com | Menyikapi Pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) yang telah disetujui dan disahkan menjadi Undang-undang dalam rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, (06/12/2022) kemarin, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Papua (MPM Unipa) meminta Pemerintah dan DPR RI meninjau kembali Pasal-pasal yang masih kontroversi.
Hal itu disampaikan oleh Ketua MPM Unipa, Agus Nahabial lewat pesan press release kepada media ini. Selasa, (06/12/2022).
"Seharusnya Pemerintah dan DPR RI tidak terburu-buru tetapi melihat dan mempertimbangkan kembali pasal-pasal dalam RUU KUHP yang masih bermasalah sebelum mengesahkannya menjadi UU agar pasal-pasal tersebut tidak kontradiksi dengan hak-hak rakyat." Ungkap Nahabial.
lanjutnya, ada beberapa pasal yang disetujui dan telah disahkan namun pasal-pasal itu merupakan ancaman terhadap kebebasan masyarakat Indonesia. Mulai dari pasal kumpul kebo, kontrasepsi, demonstrasi, dan penghinaan terhadap presiden.
"Pasal 240 yang menyebutkan, yang menghina pemerintah dan lembaga negara dihukum tiga tahun. Ini pasal karet yang akan menjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki. Saya meminta supaya pasal ini ditinjau kembali." Kata Nahabial
Dia menilai, di masa depan, pasal itu, dan pasal 218, akan dipakai oleh pemimpin-pemimpin masa depan dan akan mengambil hak-hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.
Kemudian pada pasal 256 : "Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan unjuk rasa atau demonstrasi di jalan umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum atau keonaran bisa dipidana paling lama enam bulan dan denda Rp10 juta."
Menurut salah satu aktivis Kemanusiaan Unipa itu, pasal tersebut memperlihatkan adanya kemunduran dalam berdemokrasi dan menempatkan kebebasan berpendapat pada posisi berisiko karena dianggap sebagai kejahatan.
Padahal menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak yang dijamin Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.
Selanjutnya, Tindak pidana yang menyerang diri Presiden dan/atau Wakil Presiden hingga pemerintah atau lembaga negara tercantum di pasal 217-240.
Pasal 217 menyebutkan: Setiap orang yang menyerang diri Presiden dan/atau Wakil Presiden yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat dipidana penjara paling lama lima tahun.
Kemudian pasal 218: Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden dipidana penjara paling lama tiga tahun atau denda Rp200 juta.
"Pasal ini juga masih kontroversi, namun dipaksakan oleh pemerintah dan DPR RI karena berasalan ingin menggunakan RKUHP sendiri daripada terus mengadopsi RKUHP Belanda. Padahal sebelum dirubah, harusnya dilihat dan dipertimbangkan kembali." Jelasnya
Nahabial mengatakan seluruhnya ada 12 pasal yang menurutnya masih menjadi kontroversi dan kontradiksi, diantaranya:
1. Ketentuan terkait living law atau hukum yang hidup di masyarakat
2. Ketentuan terkait pidana mati
3. Marxisme dan paham yang bertentangan dengan Pancasila
4. Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara
5. Contempt of Court
6. Kohabitasi
7. Penghapusan ketentuan yang tumpang tindih dalam UU ITE
8. Larangan unjuk rasa
9. Ketentuan soal Tindak Pidana HAM
10. Pemidanaan korban kekerasan seksual
11. Meringankan ancaman bagi koruptor
12. Korporasi sebagai entitas sulit dijerat
"Kami melihat atas pengesahan RUU KUHP ini tidak ada nilai demokrasi. Dan juga melihat atas kebijakan negara merupakan negara Indonesia bukan lagi negara hukum yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, namun terlihat kebijakan nya otoriter atau negara monarki." Kata Nahabial
Itu sebabnya, Ketua MPM Unipa itu meminta kepada pemerintah dan DPR RI untuk segera meninjau kembali Pasal-pasal yang masih bermasalah tersebut.
"Atas nama leluhur pejuang bangsa Indonesia, kami menolak pengesahan RUU KUHP menjadi UU. Kami meminta pemerintah dan DPR RI meninjau kembali Pasal-pasal yang masih bermasalah, buka rapat dengar pendapat (RDP) dari seluruh pihak dan elemen dalam masyarakat agar UU yang dibuat menjadi bermanfaat dan bermakna bagi seluruh rakyat Indonesia dan bukannya sebaliknya." Tutup Agus
Perlu diketahui, sebelumnya DPR RI telah menyetujui dan mengesahkan RUU KUHP menjadi UU dalam Rapat Paripurna yang beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP digedung DPR Senayan, Jakarta pada (06/12/2022) kemarin.
*(Henka)
Komentar