'YUWO' Sistem Kekerabatan dan Harga Diri Suku Mee Yang Terancam Tercemar Politik Praktis elit Birokrasi
Infinityhenka.com - Suku Mee atau dikenal juga sebagai Bunani Mee atau Ekari adalah sebuah suku yang mendiami kawasan pegunungan di Provinsi Papua Tengah, Indonesia.
Mayoritas penduduk suku Mee mendiami wilayah Kabupaten Nabire bagian gunung, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Paniai dan Kabupaten Mimika Barat bagian gunung yang termasuk kedalam wilayah adat Mee Pago.
Suku Mee mayoritas beragama Kristen, dan sebagian beragama Islam di pesisir Kabupaten Nabire.
Dalam suku Mee, terdapat beberapa acara adat yang sering dilakukan, salah satunya adalah "YUWO".
Yuwo adalah salah satu pesta adat dalam suku Mee yang telah turun temurun dilakukan.
Pesta adat Yuwo dibuat oleh sekelompok orang suku Mee di sebuah kampung untuk memberi makan puluhan ribu orang dari berbagai kampung di sekitarnya.
Salah satu tempat yang sering melakukan pesta tersebut adalah Kampung wissel meren (Mogeya), Paniai Barat, Kabupaten Paniai, Papua Tengah.
Biasanya, minimal sehari sebelum pelaksanaan YUWO, para masyarakat dari berbagai kampung sekitar telah datang terlebih dahulu.
Makanan yang disajikan pada pesta YUWO adalah ubi-ubian dan sayur-sayuran. Tak hanya itu, yang membuat pesta YUWO terkenal adalah sajian daging babi atau dalam bahasa suku Mee disebut ekina. Jumlahnya ada ribuan hewan ekina.
Ekina tersebut akan disembeli di masing-masing 'kewita' untuk nantinya dimakan, di jual ataupun dibagikan untuk bekal tamu yang datang pada pesta tersebut.
Secara tradisi, YUWO adalah pesta terakhbar yang ada di wilayah suku Mee, sudah sejak nenek moyang dulu sampai saat ini.
Pesta Yuwo masih dipertahankan bukan karena sebagai sarana untuk memberi makan saja tetapi juga 'Yuwo' memiliki multi efek dalam sistem kekerabatan orang Mee antara lain:
° Sebagai sarana membangun dan mengeratkan kekerabatan (gadi pitokai).
Pesta Yuwo sebagai ajang silahturahmi, dimana kerabat-kerabat yang sudah lama terpisah dan terpencar, secara bersamaan dapat berjumpa dan berkumpul kembali.
° Sebagai waktu tepat pembelajaran sejarah bagi generasi.
Bagi anak yang baru tumbuh, di saat pesta Yuwo berlangsung mereka akan mulai mengerti tentang asal usul keluarganya dan belajar tentang bagaimana orangtuanya membangun sistem kekerabatan.
° Sebagai momen transaksi uang atau yang dalam bahasa Mee disebut 'mege'.
Ditempat dan saat Pesta Yuwo berlangsung, terjadi transaksi jual beli babi atau ekina. Bukan hanya babi namun aneka barang, pernak-pernik dan kerajinan tangan juga di perjual belikan.
Hasilnya akan membantu para orang tua untuk bisa menyekolahkan anak, membangun rumah, membayar utang piutang dan atau membayar emas kawin.
Oleh karena itu, Pesta Yuwo sangat berdampak signifikan dan mempengaruhi ekonomi orang suku mee.
° Sebagai sarana untuk mendapatkan jodoh.
Pada jaman dulu, tempat Yuwo berlangsung adalah satunya tempat pertemuan resmi adalah antara muda mudi. Disana mereka mulai berjumpa, akan saling mengenal, timbul perasaan saling suka dan saling memiliki hingga akhirnya menuju ke jenjang pernikahan adat.
° Sebagai ajang untuk unjuk harga diri.
Bagian terpenting dari Pesta Yuwo adalah sebagai ajang untuk menunjukkan harga diri.
Sehingga memberikan beban moril yang amat berat bagi kampung tuan rumah pesta yuwo.
Beban dan tanggung jawab yang dipikul itu adalah kemampuan memberi makan ribuan orang, tetapi makanan juga bisa dibawa pulang ke kampung masing masing.
Dalam Pesta Yuwo juga ada prinsip penting yaitu mengutamakan dan memperhatikan kalangan kaum fakir miskin atau dalam bahasa Mee disebut 'dobiyo bage' dan anak-anak terlantar serta yatim piatu.
Hal itu dianggap sebagai bagian dari kasih atau dalam bahasa Mee disebut 'ipadimi'.
Beban moral lain adalah mampu untuk menyelenggarakan pesta dalam suasana aman dan damai agar seluruh rangkaian pesta berakhir baik dan para tamu puas dan pulang dengan kesan yang indah.
Semua kesan ini akan terbungkus dalam harga diri kampung yang menyelenggarakan pesta Yuwo di mata kampung lain.
Tidak semua kampung mampu menyelenggarakan pesta Yuwo karena pesta Yuwo mewajibkan persiapan yang matang.
Oleh karena Pesta YUWO memiliki makna kehidupan yang mendalam.
Tetapi hal itu kini mulai tercoreng dengan adanya keterlibatan elit elit birokrasi dalam pesta yuwo untuk kepentingan politik praktis.
Mereka memberi bantuan dengan membeli ternak dari luar.
Ternak yang dipestakan memiliki nilai sakral, harusnya dari usaha keringat orang suku Mee sendiri dan bukan membeli dari orang luar.
Namun dengan adanya oknum pejabat (elit) biasanya terlibat langsung sebagai pelaku pesta Yuwo , Makna filosofinya menjadi bergeser.
Lewat pengalaman akhir-akhir ini, Pesta 'yuwo' sudah bukan lagi menjadi ajang kekerabatan tapi malah menjadi momen perpecahan keluarga yang puluhan tahun telah terjaga dengan baik.
Akhirnya pesta yg sejatinya sangat sakral itu tidak di akhiri dengan suka cita.
Perlu kedepan untuk generasi MEE mengembalikan kesakralan prosesi adat didalam aturan adat. Agar tidak tercemar oleh permainan elit politik.
Dewan Adat Meepago, Lembaga-lembaga terkait dan pemuda pemudi wajib untuk menata kembali berbagai pesta Adat yang memiliki nilai filosofi yang tinggi.
*(HK/SA)
Komentar