Dinilai Tak Menangani Kericuhan Di Wamena Sesuai SOP, Mahasiswa UNIPA Minta Kapolres Jayawijaya Di Copot
Manokwari, Infinityhenka.com - Mahasiswa Universitas Papua Mengesalkan Tindakan Aparat Polres Jayawijaya yang dinilai tidak sesuai Standard Operasional Prosedur (SOP) saat menangani Kericuhan di Sinakma, Wamena, Kabupaten Jayawijaya - Papua Pegunungan pekan lalu, (23/02/2023).
Hal itu di sampaikan Agus Nahabial salah satu mahasiswa Universitas Papua yang menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Papua (UNIPA) kepada Media ini melalui pesan suara WhatsApp. Senin, (27/02/2023).
Agus mengatakan bahwa pihaknya mengesalkan tindakan aparat keamanan dalam hal ini aparat kepolisian Jayawijaya usai terbuktinya korban tewas dalam kericuhan diwamena, diakibatkan oleh luka tembak senjata api.
"Para korban akibat kericuhan diwamena hingga saat ini, Senin (27/02/2023) diketahui berjumlah 12 orang warga sipil. Sesungguhnya, 10 Korban Tewas adalah korban luka tertembak senjata api (senpi) milik aparat kepolisian yang turun untuk mengamankan kericuhan." Ungkap Nahabial.
Dikatakannya, dari 12 orang warga yang tewas akibat kerusuhan di Wamena itu, 10 korban warga OAP dan 2 korban warga non OAP.
"10 Warga OAP yang tewas semuanya memiliki bekas luka tertembak Senjata Api milik aparat. Dan Sesungguhnya dari peristiwa itu kita bisa melihat siapa pelakunya dan siapa korbannya." Jelas Nahabial
Atas peristiwa tersebut, Nahabial beserta mahasiswa unipa meminta pihak berwajib (dalam hal ini Propam Polda Papua) untuk segera menangkap dan mengadili aparat yang menjadi pelaku penembakan warga sipil yang berujung kematian dan luka berat tersebut.
"Saya meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar mencopot Kapolres Jayawijaya atas kejadian tersebut. karena tidak menangani Kericuhan sesuai SOP dan berdampak pada tewasnya masyarakat sipil dan pelanggaran HAM." Pintanya
Sebelumnya, Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua berencana akan membentuk tim untuk melakukan investigasi dalam kasus kericuhan ini.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem menduga adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penanganan kericuhan oleh aparat keamanan di Wamena.
Meski begitu, Theo menegaskan Komnas HAM adalah lembaga berwenang menyatakan adanya pelanggaran tersebut. "Bisa ada dugaan pelanggaran HAM, karena yang korban ini semua mengalami korban tembak," ungkap Theo Hasegem di Wamena, Jumat (23/2/2023) seperti dilansir dari Tribun-Papua.com.
Selain meminta agar kapolres dicopot, Namantius juga meminta agar kasus ini diselidiki dan para pelaku harus diproses hukum.
"Harus ada tim independen yang dibentuk untuk menyelidiki kasus ini. Usut tuntas dan pelaku di proses hukum," pintanya.
Anggota DPR Papua Minta Kapolres Jayawijaya di copot
Sebelumnya, anggota DPR Papua, Namantius Gwijangge juga meminta agar Kapolres Jayawijaya, AKBP Hesman Sotarduga Napitupulu dicopot karena kejadian bentrok menyebabkan 11 orang meninggal dunia.
"Kapolres harus dicopot dari jabatannya karena konflik ini mengakibatkan 11 orang meninggal dunia. Ini tidak main-main karena nyawa orang hilang," katanya ketika menemui massa pada Sabtu (24/2/2023) siang.
16 Polisi di periksa terkait kerusuhan di Wamena
Dikutip dari Pos Kupang, Sebanyak 16 anggota polres Jayawijaya diperiksa akibat kericuhan di Wamena, Papua Pegunungan yang menyebabkan 12 warga tewas.
Belasan anggota polisi itu diperiksa oleh Propam Polda Papua pada Senin, (27/02/2022).
Langkah itu diambil untuk memastikan apakah ada pelanggaran prosedur tetap saat polisi menangani Kericuhan akibat isu penculikan anak tersebut.
"Anggota Polri yang sudah diperiksa ada 16 orang." Ujar Kapolda Papua, Irjen Mathius D Fakhiri di Jayawijaya, Senin (27/02/2023).
Proses pemeriksaan personil masih akan dilakukan sehingga ada kemungkinan jumlah anggota polisi yang diperiksa akan bertambah.
Kronologi Kerusuhan di Wamena Papua menurut Polda Papua
Kabid Humas Polda Papua Ignatius Benny Ady Prabowo menceritakan awal mula kerusuhan tersebut. Kejadian itu bermula dari adanya mobil penjual kelontong yang disetop oleh dua warga di Sinakma, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Kamis (23/2/2023) sekitar pukul 12.30 WIT. Mobil dihentikan lantaran dicurigai melakukan penculikan anak.
"Lalu informasi itu diterima kepolisian. Kapolres Wamena langsung menuju ke tempat kejadian perkara untuk bernegosiasi dengan massa dan kemudian meminta permasalahan ini diselesaikan di Polres," kata Benny, seperti dilansir detikSulsel, Kamis (23/2/2023).
Pada saat negosiasi terjadi di Polres Wamena, ada sekelompok massa yang berteriak dan kemudian menyerang anggota. Hal ini lantas memicu adanya perlawanan massa dengan aparat kepolisian.
Hal itu kemudian direspons dengan meminta penebalan pasukan dari BKO Brimob dan Kodim. Dari sana kemudianchaostak bisa dihindarkan lagi," ujar Benny.
Selain menyerang petugas, massa juga melakukan pembakaran terhadap kios-kios milik warga di Sinakma. Masyarakat di sekitar lokasi kejadian pun ketakutan dan berusaha menyelamatkan diri dari amukan massa.
"Orang yang dituduhkan menculik anak saat ini sudah diamankan di Polres. Saat itu massa juga tidak terima dan meminta untuk melepaskannya agar dihakimi. Tentu hal ini tak dibenarkan," imbuhnya.
Kronologis Kejadian Kericuhan di Wamena Menurut Laporan Warga
Salah seorang warga Jayawijaya yang enggan di sebutkan namanya menceritakan kronologis kejadian yang dilihatnya secara langsung di tempat kejadian kepada media ini Via telepon Seluler. Senin, (28/02/2023)
Ia mengatakan awalnya beberapa warga menghentikan sebuah mobil yang di curigai dikendarai oleh terduga pelaku penculikan anak.
Tak lama sebelum penahanan terduga pelaku, kepolisian Jayawijaya langsung tiba di lokasi perkara.
Namun, dalam penanganan masalah tersebut, aparat kepolisian sangat arogan yang mengakibatkan beberapa warga dipukul.
Sebenarnya warga menolak menyerahkan terduga pelaku kepada kepolisian karena warga berasumsi bahwa jika diserahkan kepada pihak keamanan tak akan ditindaklanjuti kasusnya.
Dari situlah akibat kesuruhan terjadi, para personil polisi lainnya yaitu Brimob tiba di lokasi.
Massa yang tak terima oleh tindakan aparat keamanan yang bukan mengamankan tetapi terlihat seperti mengkriminalisasi masyarakat langsung di kawan balik oleh massa dengan menggunakan batu.
Polisi yang juga tidak terima melepaskan tembakan membabi-buta ke arah massa, akibatnya banyak warga yang terkena peluru panas dari senjata api tersebut.
"Itu yang menyebabkan 10 orang warga OAP meninggal dan lainnya mengalami luka parah." ujarnya
Dari situlah warga tidak terima, marah dan melampiaskan dengan membakar sejumlah bangunan yang berada di sekitar lokasi kejadian
"Bangunan-bangunan tersebut adalah Ruko dan kios-kios." Sebutnya.
*(HK)
Komentar